MAKALAH SISTEM
INTEGUMEN
PRASAT PADA FRAKTUR
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
1.
MARDIYANA
2.
LISA PUSPITASARI
3.
MARZUKI
4.
M. KHAERUL FAHMI
5.
LALU AHMAD GURUH FEBRIAN
6.
JUANDE
7.
I WAYAN BUDIARTA
8.
HILMAN RIANTO
YAYASAN
RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
JURUSAN
KEPERAWATAN PRODI S1
2012
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah
diberi nikmat sehat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan
medikal bedah dengan judul Penatalaksanaan
Fraktur. Tidak lupa
kita kirimkan shalawat beriring salam kepada junjungan kita nabi besar Muhammad
SAW karena atas berkat dari beliaulah kita dapat merasakan alam yang penuh
dengan pengetahuan dan teknologi seperti saat ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, Penulis menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Mataram , Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Tujuan........................................................................................... 1
1.3. Manfaat........................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
.................................................................
2.1 Pengkajian pada sistem Muskloskeletal.......................................... 5
2.2
Reposisi............................................................................................ 6
2.3
Perawatan luka................................................................................ 18
2.4 Balut
dan Bidai............................................................................... 26
2.5 Pemasangan
cervical collar/ collar neck.......................................... 33
2.6 Latihan
ROM..................................................................................... 36
BAB III PENUTUP.......................................................................................
3.1. Kesimpulan ................................................................................... 45
3.2 Saran.............................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi
masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh
dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang
dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu
lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO,
juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap
tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature.
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature.
Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan
terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF
dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan
Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas
tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan.
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui konsep Fraktur
2. Mengetahui Penanganan
Fraktur
1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan fraktur untuk menignkatkan mutu pemberian askep
kepada klien
BAB II
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
2.1
PENGKAJIAN PADA
SISTEM MUSKULUSKLETAL
ANAMNESA
ANAMNESA
a. Identitas
Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan
Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1. Provoking
Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.\
2. Quality
of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3. Region
: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4. Severity
(Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5. Time:
berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari
atau siang hari.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
d. Riwayat
Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
e. Riwayat
Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f. Riwayat
Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g. Pola-Pola
Fungsi Kesehatan (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
(3) Pola Eliminasi
(4) Pola Tidur dan Istirahat
(5) Pola Aktivitas
(6) Pola Hubungan dan Peran
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
(8) Pola Sensori dan Kognitif
(9) Pola Reproduksi Seksual
10) Pola Penanggulangan Stress
(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
(3) Pola Eliminasi
(4) Pola Tidur dan Istirahat
(5) Pola Aktivitas
(6) Pola Hubungan dan Peran
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
(8) Pola Sensori dan Kognitif
(9) Pola Reproduksi Seksual
10) Pola Penanggulangan Stress
(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
PEMERIKSAAN
FISIK
Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1. Keadaan
umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
·
Kesadaran penderita: apatis, sopor,
koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
·
Kesakitan, keadaan penyakit: akut,
kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
·
Tanda-tanda vital tidak normal karena
ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
2. Secara
sistemik dari kepala sampai kelamin
· Sistem
Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
· Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
· Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
· Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
· Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
· Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
· Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
· Mulut
dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
· Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
· Paru
- Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
- Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
- Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
·
Jantung
1. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
Tidak tampak iktus jantung.
2. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
· Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d. Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
·
Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a. Cictriks
(jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
b. Cape
au lait spot (birth mark).
c. Fistulae.
d. Warna
kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
e. Benjolan,
pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
f.
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas
(deformitas)
g. Posisi
jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a. Perubahan
suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
b. Apabila
ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.
c. Nyeri
tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau
distal).
(3) Move (pergerakan terutama lingkup
gerak)
(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)\
(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)\
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan
Radiologi
1.
X-RAY
2.
Tomografi: menggambarkan tidak satu
struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu
struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
3.
Myelografi: menggambarkan
cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
4.
Arthrografi: menggambarkan
jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
5.
Computed Tomografi-Scanning:
menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan
Laboratorium
1.
Kalsium Serum dan Fosfor Serum
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang
dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3.
Enzim otot seperti Kreatinin
Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST),
Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan
lain-lain
1.
Pemeriksaan mikroorganisme kultur
dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2.
Biopsi tulang dan otot: pada
intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan
bila terjadi infeksi.
3.
Elektromyografi: terdapat kerusakan
konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4.
Arthroscopy: didapatkan jaringan
ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5.
Indium Imaging: pada pemeriksaan
ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6.
MRI: menggambarkan semua kerusakan
akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
2.2
REPOSISI
Definisi
·
penempatan kembali ke posisi semula
·
penataan kembali posisi yg ada
·
penempatan ke posisi yg berbeda atau
baru
2.2.1
TRAKSI
Definisi
Traksi adalah
Penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh yang dilakukan dengan member
beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot.
·
Axis traksi : Traksi sepanjang sumbu seperti
sumbu pelvis pada obstetri
·
Traksi elastic : Traksi dengan tenaga elastik atau
dengan menggunakan bahan elastik
·
Traksi skeletal : Traksi yang dipasang secara langsung pada tulang panjang dengan
menggunakan pen, kawat dll
·
Traksi kulit : Traksi pada bagian tubuh yang ditahan dengan alat yang dilekatkan dengan
membalutkan ke permukaan tubuh.
a.
Prinsip : Penetralan kekuatan memendek otot pada daerah
yang patah dan membidai tulang yang patah dengan kekuatan
otot.
b.
Keuntungan : Mudah, cepat terjadi pembentukan kalus.
c.
Kerugian : Pasien harus berada di tempat tidur dalam waktu
yang lama ( hati-hati pneumonia, trombosis ) bila tidak dipantau dengan baik,
dapat juga terjadi infeksi pin penjepit.
Macam - Macam Traksi
1.
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat
puncak iliaka.
2.
Traksi Ekstension (Buck’s
Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua
kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau
untuk mengurangi spasme otot
3.
Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.
4.
Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga
digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan
pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
5.
Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam,
di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples
pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah
ditopang atau Pearson attachment.
Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk
callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha
dapat dilatih secara aktif.
Tujuan
Ø Untuk meminimalkan spasme otot
Ø Untuk Mengurangi dan mempertahankan kesejajaran tubuh
Ø Untuk Mengimobilisasi Fraktur
Ø Untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang
Indikasi
1)
Nyeri dan Spasme Otot
2)
Hipomobilitas yang Reversibel
a)
Keterbatasan Gerak yang Progresif
3)
Imobilisasi yang Fungsional
Traksi
digunakan pada berbagai macam fraktur, indikasi traksi antara lain adalah :
1.
Traksi rusell,Traksi rusell digunakan pada pasien
fraktur pada plato tibia
2.
Traksi buck
Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini
adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut
tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut
3.
Traksi DunlopTraksi Dunlop
merupakan traksi pada ektermitas atas.
Traksihorizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksivertical
diberikan pada lengan bawah dalm posisi fleksi
4.
Traksi kulit Bryani
Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat
anak kecil yang mengalami patah tulang paha
5.
Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada
korpus pemoralis orang dewasa
6.
Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 diindikasikan pada penderita fraktur tulang femur pada
anak-anak usia 3 thn sampai dewasa muda (Barbara, 1998)
Kontra indikasi
1)
Hipermobilitas
2)
Efusi Sendi
3)
Inflamasi
4)
Fraktur humeri dan osteoporosis
Komplikasi
1.
Dekubitus
2.
Kongesti Paru dan Pneumonia
3.
Konstipasi dan Anoreksia
4.
Stasis dan Infeksi Saluran Kemih
5.
Trombosis Vena Profunda
Persiapan
alat:
· Skin
traksi kit
· k/p
pisu cukur
· k/p
balsam perekat
· k/p
alat rawat luka
· katrol
dan pulley
· beban
· K/p
Bantalan conter traksi
· k/p
bantal kasur
· gunting
· bolpoint
untuk penanda/ marker
Persiapan
alat pada traksi kulit :
o
Bedak
kulit
o
Kom
berisi air putih
o
Handuk
o
Sarung
tangan bersih
Persiapan
alat pada traksi skeletal :
o
Zat
pembersih untuk perawatan pin
o
Set
ganti balut
o
Salep
anti bakteri (k/p)
o
Kantung
sampah infeksius
o
Sarung
tangan steril
o
Lidi
kapas
o
Povidone
Iodine (k/p)
o
Kassa
steril
o
Piala
ginjal
o
Bantal
keras (bantal pasir )
Persiapan
Pasien
·Atur posisi pasien
nyaman dan rapikan
Prosedur
Pre Interaksi
·
Menjelaskan prosedur tindakan,
komplikasi tindakan pada pasien
·
Mencuci tangan
·
Memakai handschoen
·
Mengatur posisi tidur pasien supinasi
·
Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa
·
Bila banyak rambut k/p di cukur
·
Beri tanda batas pemasangan plester gips
menggunakan bolpoint
Interaksi
·
k/p beri balsam perekat
·
Ambil skin traksi kit lalu rekatkan
plester gips pada bagian medial dan lateral kaki secara simetris dengan
tetap menjaga immobilisasi fraktur
·
Pasang katrol lurus dengan kaki bagian
fraktur
·
Masukkan tali pada pulley katrol
·
Sambungkan tali pada beban ( 1/7 BB =
maksimal 5 kg
·
k/p pasang bantalan conter traksi atau bantal penyangga kaki
Terminasi
·
Atur posisi pasien nyaman dan rapikan
·
Beritahu pasien bahwa tindakan sudah
selesai dan pesankan untuk manggil
perawat bila ada keluhan
·
Buka tirai/ pintu
·
Alat dikembalikan, dibersihkan dan dirapikan
·
Sarung tangan dilepas
·
Mencuci tangan
Cara melakukan traksi :
1.
Traksi kulit
Kulit hanya bisa dapat menahan sekitar 5 kg traksi pada orang dewasa. Jika
lebih dari ini tahanan yang dibutuhkan untuk mendapatkan dalam menjaga reduksi,
traksi tulang mungkin diperlukan. Hindari traksi tulang pada anak-anak- plate
pertumbuhan dapat dengan mudah hancur dengan pin tulang.
Indikasi untuk traksi kulit
a).Anak-anak
b).Traksi temporer - hanya untuk beberapa hari, missal pre operasi
c).Tahanan kecil dibutuhkan untuk menjaga reduksi 5 kg
d).Kerusakan kulit atau adanya sepsis diarea tersebut
a).Anak-anak
b).Traksi temporer - hanya untuk beberapa hari, missal pre operasi
c).Tahanan kecil dibutuhkan untuk menjaga reduksi 5 kg
d).Kerusakan kulit atau adanya sepsis diarea tersebut
Kontra indikasi
·
nekrosis
kulit,
·
obstruksi
vaskuler,
·
oedem
distal,
·
serta
peroneal nerve palsy pada traksi tungkai.
Interaksi
·
Cuci
tangan dan pasang sarung tangan
·
Cuci,
keringkan dan beri bedak kulit sebelum traksi dipasang kembali
·
oleskan benzoin tinktur pada kulit dengan letakkan
bilah papan pada kadua sistem ekstremitas sampai garis patahan tulang
·
Balut dengan krep secara spiral ( jangan sekali-kali
buat balutan melingkar dari bilah perekat.
·
Lekatkan sebuah pita kebilah papan menggunakan
sepotong kayu. Hati-hati: jangan membalut sampai ke proksimal garis patahan
kontrol peredaran darah dan keadaan kulit secara teratur. Pemberat traksi tidak
boleh lebih dari 5 kg.
·
Lepas
sarung tangan
·
Anjurkan
klien untuk menggerakkan ekstremitas
distal yang terpasang traksi
·
Berikan
bantalan dibawah akstremitas yang tertekan
·
Berikan
penyokong kaku (foot plates) dan lepaskan setiap 2 jam lalu anjurkan klien
latihan ekstremitas bawah untuk fleksi, ekstensi dan rotasi
·
Lepas
traksi setiap 8 jam atau sesuai instruksi
2.
Traksi tulang
Indikasi Traksi Tulang
a).Orang dewasa membutuhkan > 5kg traksi
b).Kerusakan kulit membutuhkan dressings
c).Jangka panjang Desinfeksi kulit, penutup steril, anastesi local
a).Orang dewasa membutuhkan > 5kg traksi
b).Kerusakan kulit membutuhkan dressings
c).Jangka panjang Desinfeksi kulit, penutup steril, anastesi local
Kontra Indikasi
· Anak
Interaksi
·
Cuci
tangan
·
Atur
posisi klien dalam posisi lurus di tempat tidur untuk mempertahankan tarikan
traksi yang optimal
·
Buka
set ganti balut, cairan pembersih dan gunakan sarung tangan steril
·
Insisi kulit dengan skapel
·
Masukkan pin stein man (2-4 mm) atau kawat kirschner
(2 mm) mulai pada sisi yang sulit (femur dan kalkaneus dari sisi medial, tibia
dari sisi lateral), insisi kulit kedua pada sisi kontralateral dan masukkan pin
melalui kulit
·
Fiksasi pin dengan menggunakan sanggurdi Bohler dengan
pin penempel tomas
·
Pasang pemberat traksi (numerus 2,5 %, femur 10-15 %,
tibia 5 % atau 1/7 dari berat badan)
·
Disekeliling lempeng dibalut dengan balutan steril
tutup ujung runcingnya. Perhatikan : kontrol arah optimal traksi dan lubang pin
setiap hari, kurangi beban traksi jika patahan tulang keluar. Mulai lakukan
fisioterapi dini.
Terminasi
·
Lepas
sarung tangan
·
Buang alat – alat yang telah dipakai ke dalam
plastik khusus infeksius
·
Cuci
tangan
·
Anjurkan
klien menggunakan trapeze untuk membantu dalam pergerakan di tempat tidur
selama ganti alat dan membersihkan area punggung/ bokong
·
Berikan
posisi yang tepat di tempat tidur
Komplikasi
·
Infeksi,
misalnya infekis melalui kawat/pin yang digunakan.
·
Kegagalan
penyambungan tulang (nonunion) akibat traksi yang berlebihan.
·
Luka
akibat tekanan misalnya Thomas splint pada tuberositas tibia.
·
Parese
saraf akibat traksi yang berlebihan (overtraksi) atau bila pin mengenai saraf.
Dx Keperawatan
1.
Risiko cedera b.d imobilitas dan alat traksi.
2.
Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan muskulskeletal.
3.
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d imobilitas.
4.
Risiko tinggi kerusakan b.d imobilisai, alat traksi.
2.2.2
GIPS
Definsi
·
Gips dalam bahasa latin disebut kalkulus, dalam bahasa
ingris disebut plaster of paris , dan dalam belanda disebut gips powder. Gips
merupakan mineral yang terdapat di alam berupa batu putih tang mengandung unsur
kalsium sulfat dan air.
·
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang
di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips di pasang (brunner &
sunder, 2000)
·
gips adalah
balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan
bahan gips tipe plester atau fiberglass (Barbara Engram, 1999).
·
Jadi gips
adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat
di alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass.
Tujuan pemasangan gips
1. Imobilisasi kasus dislokasi sendi
2. Fiksasi fraktur yang telah di reduksi
3. Koreksi cacat tulang
4. Imobilisasi pada kasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi
5. Mengoreksi deformitas
1. Imobilisasi kasus dislokasi sendi
2. Fiksasi fraktur yang telah di reduksi
3. Koreksi cacat tulang
4. Imobilisasi pada kasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi
5. Mengoreksi deformitas
Indikasi
1.
pasien dislokasi sendi
2.
fraktur
3.
penyakit tulang spondilitis TBC
4.
pasca operasi
5.
skliosis
6.
spondilitis TBC, dll
Kontra
Indikasi
1)
Fraktur terbuka.
Persiapan Alat
Persiapan alat –alat untuk pemasangan gips:
Persiapan alat –alat untuk pemasangan gips:
1.
Bahan gips dengan ukuran sesuai
ekstremitas tubuh yang akan di gips
2.
Baskom berisi air biasa (untuk merendam
gips)
3.
Baskom berisi air hangat
4.
Gunting perban
5.
Bengkok
6.
perlak dan alasnya
7.
waslap
8.
pemotong gips
9.
kasa dalam tempatnya
10. alat cukur
11. sabun dalam tempatnya
12. Handuk
13. krim kulit
14. spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
15. padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)
Persiapan pasien
1.
siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur
yang akan dikerjakan
2.
siapkan alat-alat yang akandigunakan untuk
pemasangan gips
3.
daerah yang akan di pasang gips dicukur,
dibersihkan,dan di cuci dengan sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan di
beri krim kulit
4.
sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang
akan di gips.
5.
Posisikan dan pertahankan bagian yang akan
di gips dalam posisi yang di tentukan dokter selama prosedur
Prosedur pemasangan Gips
Pre Interaksi
·
Menjelaskan prosedur tindakan,
komplikasi tindakan pada pasien
·
Mencuci tangan
·
Memakai handschoen
·
Mengatur posisi pasien
·
Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang
akan digips.
·
Posisikan dan pertahankan bagian yang akan
digips dalam posisi yang ditentukan selama prosedur pemasangan gips.
·
Pasang duk pada pasien.
·
Cuci dan keringkan bagian yang akan
digips.
Interaksi
·
Pasang bahan rajutan (nis:stokinet) pada
bagian yang akan digips. Pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat.
Boleh juga memakai bahan lain.
·
Balutan gulungan tanpa rajutan dengan rata
dan halus sepanjang bagian yang digips. Tambahkan bantalan didaerah
tonjolan tulang dan paha jalur saraf.
·
Pasang gips atau material sintesis secara
merata pada bagian tubuh. Pilih lebar bahan yang sesuai. Timpa bahan sekitar
setengah lebarnya. Lakukan dengan gerakan yang berkesinambungan agar tejaga
kontak yang konstan dengan bagian tubuh. Pergunakan bahan gips tambahan
(bidai) pada sendi dan pada titik stes pada gips yang diperkirakan .
·
Selesaikan gips:
- Haluskan tepinya.
- Potong dan
bentuk dengan pemotong gips atau cuter.
·
Bersihkan partikel gips dari kulit.
·
Sokong gips selama pengerasan dan
pengeringan .
·
Pasang gips yang sedang dalam proses
pengerasan dengan telapak tangan; jangna diletakan pada permukaan keras atau
pada tepi tajam; hindari tekanan pada gips.
Terminasi
·
Rapikan pasien
·
Rapikan alat
·
Cuci tangan
·
dokumentasi
Pelepasan gips
Alat yang di gunakan untuk pelepasan gips
1. Gergaji listrik/pemotong gips
2. Gergaji kecil manual
3. Gunting besar
4. Baskom berisi air hangat
5. Gunting perban
6. Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka
7. Sabun dalam tempatnya
8. Handuk
9. Perlak dan alasnya
10. Waslap
11. Krim atau minyak
Alat yang di gunakan untuk pelepasan gips
1. Gergaji listrik/pemotong gips
2. Gergaji kecil manual
3. Gunting besar
4. Baskom berisi air hangat
5. Gunting perban
6. Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka
7. Sabun dalam tempatnya
8. Handuk
9. Perlak dan alasnya
10. Waslap
11. Krim atau minyak
Prosedur pelepasan gips
Pre interaksi
1.
Jelaskan pada pasien prosedur yang akan
dilakukan
2.
Yakinkan pasien bahwa gergaji listrik atau
pemotong gips tidak akan mengenai kulit
3.
Gips akan di belah dengan menggunakan
gergaji listrik
Interaksi
1.
Gunakan pelindung mata pada pasien dan
petugas pemotong gips
2.
Potong bantalan gips dengan gunting
3.
Sokong bagian tubuh ketika gips di lepas
4.
Cuci dan keringkan bagian yang habis di
gips dengan lembut oleskan krim atau minyak
5.
Ajarkan pasien secara bertahap melakukan
aktifitas tubuh sesuai program terapi
6.
Ajarkan pasien agar meninggikan
ekstremitas atau mengunakan elastic perban jika perlu untuk mengontrol
pembengkakan
Terminasi
1.
Rapikan pasien
2.
Rapikan alat
3.
Cuci tangan
4.
Dokumentasi
Dx Keperawatan
1)
Kurangnya pengetahuan
mengenai program pengobatan
2)
Nyeri yang berhubungan
dengan ganguan muskuloskeletal
3)
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan gips
4)
Kurang perawatan diri : makan,mandi/higiene,berpakian
/berdandan, atau toileting karena keterbatasan mobilitas
5)
Kerusakan integritas kulit
yang berhubungan dengan laserasi dan abrasi
6)
Potensial perubahan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan respon fisiologik thd cedera/gips
2.3
PERAWATAN LUKA
Definisi
· Luka
adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997). Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh
lain (Kozier, 1995).
· Luka
adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma
benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik
atau gigitan hewan (R. Sjamsu Hidayat, 1997).
· Luka
adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di
bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka,
bersih atau terkontaminasi, superficial atau dalam.(Menurut Koiner dan Taylan).
· Luka adalah
kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena trauma dari
luar.(Djohansyah Marzoeki, 1991).
· Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka
dimana organisme yang menyebabkan infeksi pascaoperatif terdapat dalam lapang
operatif sebelum pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama
dengan jaringan yang terkelupas tertahan dan luka yang melibatkan infeksi
klinis yang sudah ada atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan relatif
infeksi luka adalah lebih dari 27 %. (Potter
and Perry, 2005)
· Luka bersih
adalah luka tidak terinfeksi yang memiliki inflamasi minimal dan tidak sampai
mengenai saluran pernapasan, pencernaan, genital atau perkemihan.
1.
Perawatan
Luka Bersih
Prosedur perawatan yang dilakukan pada luka bersih
(tanpa ada pus dan necrose), termasuk didalamnya mengganti balutan.
2.
Perawatan
Luka Kotor
Perawatan pada luka yang terjadi karena tekanan terus
menerus pada bagian tubuh tertentu sehingga sirkulasi darah ke daerah tersebut
terganggu.
Proses Penyembuhan Luka
Beberapa teori proses penyembuhan luka adalah sebagai
berikut:
Menurut Kozier (1995) : Penyembuhan merupakan suatu sifat dari jaringan-jaringan yang hidup; hal ini juga diartikan sebagai pembentukan kembali (pembaharuan) dari jaringan-jaringan tersebut. Penyembuhan dapat dibagi dalam tiga fase: peradangan, proliferatif, dan maturasi (bernanah luka). Proses penyembuhan untuk luka akibat operasi akan dijelaskan di bawah ini.
Menurut Kozier (1995) : Penyembuhan merupakan suatu sifat dari jaringan-jaringan yang hidup; hal ini juga diartikan sebagai pembentukan kembali (pembaharuan) dari jaringan-jaringan tersebut. Penyembuhan dapat dibagi dalam tiga fase: peradangan, proliferatif, dan maturasi (bernanah luka). Proses penyembuhan untuk luka akibat operasi akan dijelaskan di bawah ini.
Gambar 3.
Proses penyembuhan luka sesuai fase inflamasi (6 jam setelh kecelakaan), fase
proliferatif (hari pertama dan hari kedua), dan fase maturasi (Hari ke tujuh)
a)
Fase inflamasi/ peradangan :
1)
Hari ke 0-5
2)
Respon segera setelah terjadi injuri pembekuan
darah untuk mencegah kehilangan darah
3)
Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio
laesa
4)
Fase awal terjadi haemostasis
5)
Fase akhir terjadi fagositosis
6)
Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
b)
Fase proliferasi or epitelisasi
1) Hari 3 – 14
2) Disebut juga
dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka
luka nampak merah segar, mengkilatà
3) Jaringan
granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah
yang baru, fibronectin and hyularonic acid
4) Epitelisasi
terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada
tepian luka
5) Epitelisasi
terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
c)
Fase maturasi atau remodelling
1) Berlangsung
dari beberapa minggu s.d 2 tahun
2) Terbentuknya
kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan
(tensile strength)
3) Terbentuk
jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan jaringan
sebelumnyaà
4) Terdapat
pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan
yang mengalami perbaikan
Jenis –
Jenis Luka
1) Berdasarkan
tingkat kontaminasi:
·
Clean wound/luka bersih
Clean wound
atau luka bersih adalah luka yang dibuat oleh karena tindakan operasi dengan
tehnik steril , pada daerah body wall dan non contaminated deep tissue (
tiroid, kelenjar, pembuluh darah, otak, tulang)
·
Clean contaminated wound
Merupakan luka yang terjadi karena benda tajam, bersih dan rapi, lingkungan
tidak steril atau operasi yang mengenai daerah small bowel dan bronchial.
·
Contaminated wound
Luka ini
tidak rapi, terkontaminasi oleh lingkungan kotor, operasi pada saluran
terinfeksi (large bowel/rektum, infeksi broncial, infeksi perkemihan)
·
Infected wound
Jenis luka
ini diikuti oleh adanya infeksi, kerusakan jaringan, serta kurangnya
vaskularisasi pada jaringan luka.
2) Luka Menurut Penyebab
Tipe luka (vulnus) adalah :
Ø Vulnus
laceratum (Laserasi)
Jenis luka
ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi
luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.
Ø Vulnus
excoriasi (Luka lecet)
Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang
menyebabkan lecet pada permukaan kulit merupakan luka terbuka tetapi yang
terkena hanya daerah kulit.
Ø Vulnus
punctum (Luka tusuk)
Penyebab
adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan
luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang
mengenai abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).
Ø Vulnus
contussum (luka kontusio)
Penyebab : benturan benda yang keras. Luka
ini merupakan luka tertutup, akibat dari
kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan
berdarah (hematoma) bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di
sekitarya jika organ dalam terbentur dapat menyebabkan akibat yang serius
Ø Vulnus
insivum (Luka sayat)
Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda
tajam atau jarum merupakan luka terbuka akibat dari terapi untuk dilakukan
tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin
Ø Vulnus
schlopetorum
Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran
luka tampak kehitam-hitaman, bisa tidak teratur kadang ditemukan corpus
alienum.
Ø Vulnus
morsum (luka gigitan)
Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia,
kemungkinan infeksi besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi.
Ø Vulnus
perforatum
Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka
jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau proses infeksi yang meluas
hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
Ø Vulnus
amputatum
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam
ukuran besar/berat, gergaji. Luka membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang
dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala pathom limb.
Ø Vulnus
combustion (luka bakar)
Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik
ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan berbagai derajat mulai
dari lepuh (bula – carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia.
3) Berdasarkan
waktu penyembuhan luka
1.
Luka akut
yaitu luka
dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
2.
Luka kronis
yaitu luka
yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen
dan endogen.
4)
Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
1)
Stadium Satu
a) Adanya
perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit
yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan
temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
b) perubahan
konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
c) perubahan
sensasi ( gatal atau nyeri)
d) Pada orang
yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah
yang menetap, biru atau ungu.
2)
Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3)
Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam
4)
Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
Tujuan
1. luka bersih
a. Mencegah
timbulnya infeksi.
b. Observasi
erkembangan luka.
c. Mengabsorbsi
drainase.
d. Meningkatkan
kenyamanan fisik dan psikologis.
2.
Luka kotor
a. Mempercepat
penyembuhan luka.
b. Mencegah meluasnya
infeksi.
c. Mengurangi
gangguan rasa nyaman bagi pasien maupun orang lain.
Indikasi
1. Luka bersih
a. bersih tak
terkontaminasi dan luka steril.
b. Balutan
kotor dan basah akibat eksternal ada rembesan/
eksudat.
c. Ingin
mengkaji keadaan luka.
2.
Luka kotor
a. Kotor
terkontaminasi dan luka terbuka.
b. Ingin mengkaji
keadaan luka.
Kontra
Indikasi
1. Pembalut
dapat menimbulkan situasi gelap, hangat dan lembab sehingga mikroorganisme
dapat hidup
2. Pembalut
dapat menyebabkan iritasi pada luka melalui gesekan – gesekan pembalut.
Komplikasi
Luka
a. Hematoma
(Hemorrhage)
b. Infeksi
(Wounds Sepsis)
c. Dehiscence
dan Eviscerasi
d. Keloid
Persiapan
alat
1. Luka bersih
Alat steril
a. Pincet
anatomi 1.
b. Pinchet
chirurgie 1.
c. Gunting Luka
(Lurus).
d. Kapas Lidi.
e. Kasa Steril.
f. Kasa Penekan
(deppers).
g. Mangkok /
kom Kecil
Alat tidak steril
a. Gunting
pembalut.
b. Plaster.
c. Bengkok/
kantong plastik.
d. Pembalut.
e. Alkohol 70 %.
f. Betadine 10
%.
g. Bensin/ Aseton.
h. Obat antiseptic/ desinfektan.
i. NaCl 0,9 % .
2.
Luka kotor
Alat steril
a.
Pincet anatomi 1.
b.
Pinchet chirurgie 2.
c.
Gunting Luka (Lurus dan bengkok).
d.
Kapas Lidi.
e.
Kasa Steril.
f.
Kasa Penekan (deppers).
g.
Sarung Tangan.
h.
Mangkok / kom Kecil 2
Alat tidak steril
a.
Gunting pembalut.
b.
Plaster.
c.
Bengkok/ kantong plastic.
d.
Pembalut.
e.
Alkohol 70 %.
f.
Betadine 2 %.
g.
H2O2, savlon.
h.
Bensin/ Aseton.
i.
Obat antiseptic/ desinfektan.
j.
NaCl 0,9 %
Persiapan pasien
1) Perkenalkan diri.
2) Jelaskan tujuan.
3) Jelaskan prosedur perawatan pada
pasien.
4) Persetujuan pasien.
Prosedur pelaksanaan
1.
Luka bersih
Pre interaksi
a. Jelaskan prosedur perawatan pada
pasien.
b. Tempatkan alat yang sesuai.
c. Cuci tangan.
Interaksi
d. Buka pembalut dan buang pada tempatnya.
e. Bila balutan
lengket pada bekas luka, lepas dengan larutan steril atau NaCl.
f.
Bersihkan bekas plester dengan wash
bensin/aseton (bila tidak kontra indikasi), dari arah dalam ke luar.
g. Desinfektan sekitar luka dengan
alkohol 70%.
h.
Buanglah kapas kotor pada tempatnya dan pincet kotor tempatkan pada bengkok
dengan larutan desinfektan.
i. Bersihkan luka dengan NaCl 0,9
% dan keringkan.
j.
Olesi luka dengan betadine 2 % (sesuai advis dari dokter) dan tutup luka
dengan kasa steril.
k. Plester perban atau kasa.
Terminasi
l. Rapikan pasien.
m. Alat bereskan dan cuci tangan.
n. Catat kondisi dan perkembangan luka.
2.
Luka kotor
Pre intreaksi
a. Jelaskan prosedur perawatan pada pasien.
b. Tempatkan alat yang sesuai.
c.
Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mengurangi transmisi
pathogen yang berasal dari darah). Sarung tangan digunakan saat memegang bahan
berair dari cairan tubuh.
Interaksi
d. Buka pembalut dan buang pada tempatnya serta
kajilah luka becubitus yang ada.
e.
Bersihkan bekas plester dengan wash bensin/aseton
(bila tidak kontra indikasi), dari arah dalam ke
luar.
f. Desinfektan
sekitar luka dengan alkohol 70%.
g.
Buanglah kapas kotor pada tempatnya dan pincet kotor tempatkan pada bengkok
dengan larutan desinfektan.
h. Bersihkan luka dengan H2O2 / savlon.
i. Bersihkan
luka dengan NaCl 0,9 % dan keringkan.
j.
Olesi luka dengan betadine 2 % (sesuai advis dari dokter) dan tutup
luka dengan kasa steril.
k. Plester perban atau kasa.
Terminasi
l. Rapikan pasien.
m. Alat bereskan
dan cuci tangan.
n. Catat kondisi dan perkembangan luka
Dx Keperawatan
Menurut Lynda Juall C (1990)
dalam buku Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan yang sering muncul
pada pasien perawatan luka
1.
Kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat
tekanan,pencukuran dan gesekan.
2.
Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit,
infeksi kulit dan perawatan luka.
3. Resiko
terhadap infeksi yang berhubungan dengan
luka
2.4 BALUT DAN BIDAI
·
Balut bidai adalah tindakan memfiksasi
/mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cidera dengan menggunakan benda
yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fiksator /imobilisator.
·
Balut bidai adalah pertolongan pertama
dengan pengembalian anggota tubuh yang dirsakan cukup nyaman dan pengiriman
korban tanpa gangguan dan rasa nyeri ( Muriel Steet ,1995 ).
·
Balut bidai adalah suatu cara untuk
menstabilkan /menunjang persendian dalam menggunakan sendi yang benar
/melindungi trauma dari luar ( Barbara C, long ,1996 )
A. Pembalutan
Macam-macam pembalutan
1. Pembalut penutup
· Untuk menutup sebagian badan agar terhindar dari kotoran luar maupun tidak
tersinggung dari anggota badan yang lain
· Untuk menghindarkan di8ri dari cahaya matahari atau udara
· Sebelum luka dibngkus terlebih dahulu Luka dibersihakn atau dilakukan
perawatan luka.
· Untuk menahan perdarahan
· Melekatkan obat (Zalf, serbuk, kompres)
2. Pembalut penahan
· Mengistirahatkan anggota badan yang luka atau sakit
· Mengurangi gerakan yang dapat menambah beratnya sakit.
· Mengurangi rasa sakit
3. Pembalut penekan
· Menekan luka
Macam-macam pembalut
· Pembalut segitiga. (mitela) merupakn pembalut berbentuk segitiga
· Pembalut kassa
· Pembalut Cambrio (kain mori)
· Pembalut gulung berbentuk pita
· Pembalut perekat (plester)
· Pembalut gips
· Pembalut spesiffik
Tujuan:
·
Untuk mengurangi atau
menghentikan perdarahan
·
Untuk meminimalkan kontaminasi
·
Untuk stabilisasi benda yang
menancap
Indikasi
·
Pada luka terbuka yang
memungkinkan terkontaminasi dengan lingkungan luar
·
Ada perdarahan eksternal,
sehingga darah mengalir melalui luka yang ada
·
Ada luka tusuk dengan benda yang
masih menancap, dengan kemungkinan benda tersebut menembur arteri atau pembuluh
darah besar
Kontra Indikasi
·
Luka dengan hipereksudat
·
Luka terinfeksi
·
Terdapat undermining dan
tunneling
Komplikasi
·
Bula, kegagalan flap/graf
·
Risiko perdarahan/hematima yang
meningkatkan
·
Infeksi gram negatif, infeksi
Candida
·
Nyeri dan perdarahan saat penggantian
balutan
·
Iritan/dermattis kontak alergi
Persiapan Alat:
·
Balut tekan (balut elastik)
·
Mitella
·
Set perawatan luka
Persiapan pasien
·
Atur posisi pasien senyaman
mungkin
Prosedur Tindakan
Pre interaksi
1. Memberikan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan tindakan
4. Menjelaskan langkah prosedur
5. Menempatkan alat ke dekat pasien
6. Mencuci tangan
1. Memberikan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan tindakan
4. Menjelaskan langkah prosedur
5. Menempatkan alat ke dekat pasien
6. Mencuci tangan
Interaksi
1. Memeriksa
bagian tubuh yang akan dibalut ; (lihat, raba dan gerakkan)
2.
Melakukan tindakan prapembalutan ;
membersihkan atau perawatan luka, mencukur rambut area pembalutan, tutup dengan
kasa steril
3.
Memilih jenis pembalutan yang tepat
4.
Membalut dengan benar ; posisi,
arah dan teknik
5.
Evaluasi hasil pembalutan ; mudah
lepas/longgar, terlalu ketat (mengganggu peredaran darah / gerakan)
Terminasi
1. Merapikan pasien
2. Melakukan evaluasi tindakan
3. Merapikan alat
4. Mencuci tangan
1. Merapikan pasien
2. Melakukan evaluasi tindakan
3. Merapikan alat
4. Mencuci tangan
Dx keperawatan
1. Resiko
terjadi infeksi akibat berhubungan dengan kurangnya perawatan pada daerah luka.
2. Nyeri
akibat terputusnya kontinuitas jaringan.
3. Inkontinuitas
jaringan bd luka
B. Pembidaian
Jenis
Pembidaian :
1. Tindakan
pertolongan sementara
a) Dilakukan
ditempat cidera sebelum ke rumah sakit
b) Bahan
untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
c) Bertujuan
untuk mengurangi rasa nyeri dan meghindarkan kerusakan yang lebih berat.
d) Bisa
dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan tehnik dasar
pembidaian
2. Tindakan
pertolongan definitif
a) Dilakukan
di fasilitas layanan kesehatan, klinik / RS
b) Pembidaian
dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur /dislokasi menggunakan alat dan
bahan khusus sesuai standar pelayanan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang sudah terlatih.
Jenis-Jenis Bidai
1.
Bidai
keras: Merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam kesdaan
darurat.kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang mempunyai syarat dilapangan.
Contoh;bidai kayu
2.
Bidai
Traksi: Bidai bentuk jadi dan berfariasi tergantung dari pembuatannya hanya
dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus umumnya dipakai pada patah tulang
paha. Contoh : bidai traksi tulang paha.
3.
Bidai
improvisasi: Bidai yang cukup dibut dengan bahan cukup kuat dan ringan untuk
menopang ,pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan
improvisasi si penolong. Contoh :majalah ;koran .karton.
4.
Gendongan /belat
dan bebat: Pembidaian dengan menggunakan pembalut umumnya dipakai misalnya dan
memanfaatkan tubuh penderita ebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah
cidera.
Tujuan:
1.
Mencegah gerakan bagian yang stabil
sehingga mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
2.
Mempertahankan posisi yang nyaman.
3.
Mempermudah transportasi organ.
4.
Mengistirahatkan bagian tubuh yang
cidera.
5.
Mempercepat penyembuhan.
Indikasi
1. Adanya
fraktur ,baik terbuka /tertutup.
2. Adanya
kecurigaan adanya fraktur.
3. Dislokasi
persendian
4. Multiple
trauma
Kontra indikasi
· pernafasan
dan sirkulasi penderita sudah distabilkan.
· gangguan
sirkulasi dan atau gangguan yang berat pada distal daerah fraktur,
· resiko
memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit,
komplikasi
a.
Dapat menekan jaringan pembuluh darah / syaraf dibawahnya bila bidai terlalu
ketat
b. Bila bidai terlalu longgar , masih ada gerakan pada tulang yang patah
c. Menghambat aliran darah , iskemi jaringan , Nekrosis
d. Memperlambat transportasi penderita bila terlalu lama melakukan pembidaian
b. Bila bidai terlalu longgar , masih ada gerakan pada tulang yang patah
c. Menghambat aliran darah , iskemi jaringan , Nekrosis
d. Memperlambat transportasi penderita bila terlalu lama melakukan pembidaian
Persiapan Alat
· Spalk sesuai ukuran
· Kasa balutan panjang, elastis verban
· Gunting
Persiapan pasien
· Menenangkan
penderita ,jelaskan bahwa akan memberikan pertolongan.
· Pemeriksaan
mencari tanda fraktur /dislokasi
· Menjelaskan
prosedur tindakan yang dilakukan
·
Meminimalkan
gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan /memindahkan korban jika keadaan tidak
mendesak.
·
Jika
ada luka terbuka tangani segera luka dan pendarahan dengan menggunakan cairan
antiseptik dan tekan perdarahan dengan kassa steril
·
Jika
mengalami deformitas yang berat dan adanya gangguan pada denyut nadi ,sebaiknya
dilakukan telusuran pada ekstremitas yang mengalami deformitas. Proses
pelurusan harus hati-hati agar tidak memperberat .
·
Periksa
kecepatan pengisian kapiler. Tekan kuku pada ekstremitas yang cedera dengan
ekstremitas yang tidak cedera secara bersamaan. Periksa apakah pengembalian
warna merah secara bersamaan /mengalami keterlambatan pada ekstremitas yang
cedera.
·
Jika
terjadi gangguan sirkulasi segera bawa ke RS
·
Jika
terjadi edema pada daerah cedera ,lepaskan perhiasan yang dipakai penderita .
·
Jika ada fraktur
terbuka dan tampak tulang keluar. Jangan pernah menyentuh dan membersihkan
tulang tersebut tanpa alat steril karena akan memperparah keadaan .
Prosedur
Pre interaksi
·
Lihat bagian yang mengalami
cedera dengan jelas
·
Periksa dan catat sensasi,
motoris dan sirkulasi distal sebelum dan sesudah pembidaian
·
Jika terdapat angulasi hebat dan
denyut nadi tidak teraba, lakukan fiksasi dengan lembut. Jika terdapat tahanan,
bidai ekstremitas dalam posisi angulasi.
·
Tutup luka terbuka dengan kassa
steril sebelum dibidai, pasang bidai di sisi yang jauh dari luka tersebut
·
Gunakan bidai yang dapat
mengimobilisasi satu sendi di proksimal dan distal jejas
·
Pasang bantalan yang memadai
·
Jangan mencoba untuk menekan
masuk kembali segmen tulang yang menonjol, jaga agar ujung segmen fraktur tetap
lembab
·
Jika ragu akan adanya fraktur,
lakukan pembidaian pada cedera ekstremitas
Interaksi
·
Pembidaian
meliputi 2 sendi, sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi dibawah dan
diatas patah tulang .Contoh :jika tungkai bawah mengalami fraktur maka bidai
harus bisa memobilisasi pergelangan kaki maupun lutut
·
Luruskan
posisi anggota gerak yang mengalami fraktur secara hati-hati dan jangan memaksa
gerakan ,jika sulit diluruskan maka pembidaian dilakukan apa adanya
·
Fraktur
pada tulang panjang pada tungkai dan lengan dapat dilakukan traksi,tapi jika
pasien merasakan nyeri ,krepitasi sebaiknya jangan dilakukan traksi, jika
traksi berhasil segara fiksasi,agar tidak beresiko untuk menciderai saraf atau
pembuluh darah.
·
Beri
bantalan empuk pada anggota gerak yang dibidai
·
Ikatlah
bidai diatas atau dibawah daerah fraktur ,jangan mengikat tepat didaerah fraktur
dan jangan terlalu ketat
Terminasi
·
Evaluasi perasaan klien
·
Data-data subjektif klien
·
Lakukan kontrak pertemuan
·
Cuci tangan
·
DOKUMENTASI
Dx keperawatan
1. resti
kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah; emboli
lemak.
2. resti
infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer; terpajan pada
lingkungan.
3. resti
disfungsi neuro vaskular perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (
cidera vaskular; edema berlebihan; pembentukan trombus; hipovolemia)
2.5
Pemasangan Cervical Collar/Collar Neck
Definisi
·
Pemasangan neck collar adalah memasang alat neck
collar untuk immobilisasi leher (mempertahankan tulang servikal).
·
Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah
SOMI Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer).
·
Namun ada juga yang menggunakan Xcollar
Extrication Collar yang dirancang untuk mobilisasi (pemindahan pasien
dari tempat kejadian kecelakaan ke ruang medis). Namun pada prinsipnya cara
kerja dan prosedur pemasangannya hampir sama.
Waktu pemakaian
·
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus
siang dan malam dan diubah secara intermiten pada minggu II atau bila
mengendarai kendaraan.
·
Harus diingat
bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya
yaitu diantaranya berupa atrofi otot serta kontraktur.
·
Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk
mengatasi nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan
iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan.
·
Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan
perbaikan defisit motorik dapat dijadikan indikasi pelepasan collar.
Tujuan
- Mencegah pergerakan tulang servik yang patah (proses imobilisasi serta mengurangi kompresi pada radiks saraf)
- Mencegah bertambahnya kerusakan tulang servik dan spinal cord
- Mengurangi rasa sakit
- Mengurangi pergerakan leher selama proses pemulihan
Indikasi
·
Digunakan pada pasien yang mengalami trauma leher,
fraktur tulang servik.
·
C collar di pasangkan untuk pasien 1 kali pemasangan.
Penggunaan ulang C Collar tidak sesuai dengan standar kesehatan dan protap.
Kontra indikasi
1.
Hindari
posisi tengkurap dan trendelenburg. Beberapa kontrovesi yaitu posisi
pasien adalah datar, jika posisi datar di anjurkan,
mungkin sebagai indikasi
adalah monitoring TIK. Tipe monitoring TIK yang tersedia
adalah screws,
cannuls, fiberoptic probes.
2.
Elevasi
bed bagian kepala digunakan untuk menurunkan TIK. Beberapa
alasan bahwa elevasi kepala akan
menurunkan TIK, tetapi berpengaruh juga terhadap penurunan CPP. Alas an lain
bahwa posisi horizontal akan meningkatkan CPP. Maka posisi yang disarankan
adalah elevasi kepala antara 15 – 300, yang mana penurunan ICP tanpa menurunkan
CPP. Aliran darah otak tergantung CPP, dimana CPP adalah perbedaan antara mean arterial
pressure ( MAP) dan ICP. CPP = MAP – ICP. MAP = ( 2 diastolik +sistolik ) : 3.
CPP, 70 – 100 mmHg untuk orang dewasa, > 60 mmHg padaanak diatas 1 tahun,
> 50 mmHg untuk infant 0-12 bulan.
3.
Kepala
pasien harus dalam posisi netral tanpa rotasi ke kiri atau kanan, flexion
atau extension dari leher.
4.
Elevasi
bed bagian kepala diatas 400 akan berkontribusi terhadap postural
hipotensi dan penurunan perfusi
otak.
5.
Meminimalisasi
stimulus yang berbahaya, berikan penjelasan sebelum
menyentuh atau melakukan prosedur.
6.
Rencanakan
aktivitas keperawatan. Jarak antara Aktivitas keperawatan paling
sedikit 15 menit .
7.
Elevasi
kepala merupakan kontra indikasi pada pasien hipotensi sebab akan
mempengaruhi CPP.
Komplikasi
·
Fleksi,
ekstensi atau rotasi leher akan meningkatkan TIK karena obstruksi venous
outflow.
·
Penumpukan
secret atau kerusakan kulit mungkin terjadi bila posisi pasien tidak di rubah
setiap 2 jam.
·
Nyeri
atau kegelisahan akan meningkatkan TIK.
Persiapan Alat :
·
Neck collar sesuai ukuran
·
Bantal pasir
·
Handschoen
Persiapan Pasien :
·
Informed Consent
·
Berikan penjelasan tentang tindakan yang dilakukan
·
Posisi pasien : terlentang, dengan posisi leher
segaris / anatomi
Prosedur
Pre interaksi
·
Informed concent
·
Posisikan pasien senyaman mungkin
·
Mencuci tangan
Interaksi
·
Petugas menggunakan masker, handschoen
·
Pegang kepala dengan cara satu tangan memegang bagian
kanan kepala mulai dari mandibula kearah temporal, demikian juga bagian sebelah
kiri dengan tangan yang lain dengan cara yang sama.
·
Petugas lainnya memasukkan neck collar secara perlahan
ke bagian belakang leher dengan sedikit melewati leher.
·
Letakkan bagian neck collar yang bertekuk tepat pada
dagu.
·
Rekatkan 2 sisi
neck collar satu sama lain
·
Pasang bantal pasir di kedua sisi kepala pasien
Terminasi
· Catat
seluruh tindakan yang dilakukan dan respon pasien
· Pemasangan
jangan terlalu kuat atau terlalu longgar
Dx
keperawatan
1. Risiko
cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
2. Gangguan
aktifitas sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya gerakan.
3. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
4. Gangguan
body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok,
deformitas.
2.6 Latihan Rom
Definisi ROM
·
Latihan range of motion (ROM) adalah
latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot dan sebagai dasar untuk
menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas
gerakan sendi yang abnormal
·
ROM adalah kemampuan maksimal seseorang
dalam melakukan gerakan. Merupakan ruang gerak atau batas-batas gerakan dari
kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah otot memendek secara penuh atau
tidak, atau memanjang secara penuh atau tidak.
·
Adalah latihan gerakan sendi yang
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan
masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun
pasif (Potter and Perry, 2006).
Jenis ROM
·
ROM pasif : Perawat
melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal
(klien pasif). Kekuatan otot 50 %
·
ROM aktif : Perawat
memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi
secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan
otot 75 % D. Jenis gerakan Fleksi Ekstensi Hiper ekstensi Rotasi Sirkumduksi
Supinasi Pronasi Abduksi Aduksi Oposisi (Potter and Perry, 2006).
Prinsip Dasar Latihan
ROM
1. ROM
harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
2. ROM
di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien
3. Dalam
merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa,
tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
4. Bagian-bagian
tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan
pergelangan kaki.
5. ROM
dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian
yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan
ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah di lakukan.
Manfaat ROM
1. Meningkatkan
mobilisasi sendi
2. Memperbaiki
toleransi otot untuk latihan
3. Meningkatkan
massa otot
4. Mengurangi
kehilangan tulang
5. Menentukan
nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan
6. Mengkaji
tulang sendi, otot
7. Mencegah
terjadinya kekakuan sendi
8. Memperlancar
sirkulasi darah
9. Memperbaiki
tonus otot
Gerak gerakan ROM
1. Leher,
spina, serfikal
·
Fleksi : Menggerakan dagu menempel ke
dada, rentang 45°
·
Ekstensi : Mengembalikan kepala ke
posisi tegak, rentang 45°
·
Hiperektensi : Menekuk kepala ke
belakang sejauh mungkin, rentang 40-45°
·
Fleksi lateral : Memiringkan kepala
sejauh mungkin sejauh mungkin kearah
·
setiap bahu, rentang 40-45°
·
Rotasi : Memutar kepala sejauh mungkin
dalam gerakan sirkuler,
·
rentang 180° Ulangi gerakan
berturut-turut sebanyak 4 kali.
2. Bahu
·
Fleksi : Menaikan lengan dari posisi di
samping tubuh ke depan ke
·
posisi di atas kepala, rentang 180°
·
Ekstensi : Mengembalikan lengan ke
posisi di samping tubuh, rentang
180°
·
Hiperektensi : Mengerkan lengan
kebelakang tubuh, siku tetap lurus, rentang 45-60°
·
Abduksi : Menaikan lengan ke posisi
samping di atas kepala dengan
telapak tangan jauh
dari kepala, rentang 180°
·
Adduksi : Menurunkan lengan ke samping
dan menyilang tubuh sejauh mungkin,
rentang 320°
·
Rotasi dalam : Dengan siku pleksi,
memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan
ke belakang, rentang 90°
·
Rotasi luar : Dengan siku fleksi,
menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala, rentang 90°
·
Sirkumduksi : Menggerakan lengan dengan
lingkaran penuh, rentang 360°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
3. Siku
·
Fleksi : Menggerakkan siku sehingga
lengan bahu bergerak ke depan
·
sendi bahu dan tangan sejajar bahu,
rentang 150°
·
Ektensi : Meluruskan siku dengan
menurunkan tangan, rentang 150°
4. Lengan
bawah
·
Supinasi : Memutar lengan bawah dan
tangan sehingga telapak tangan
·
menghadap ke atas, rentang 70-90°
·
Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga
telapak tangan menghadap ke
·
bawah, rentang 70-90°
·
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4
kali.
5. Pergelangan
tangan
·
Fleksi : Menggerakan telapak tangan ke
sisi bagian dalam lengan
·
bawah, rentang 80-90°
·
Ekstensi : Mengerakan jari-jari tangan
sehingga jari-jari, tangan, lengan
·
bawah berada dalam arah yang sama,
rentang 80-90°
·
Hiperekstensi : Membawa permukaan tangan
dorsal ke belakang sejauh
·
mungkin, rentang 89-90°
·
Abduksi : Menekuk pergelangan tangan
miring ke ibu jari, rentang 30°
·
Adduksi : Menekuk pergelangan tangan
miring ke arah lima jari, rentang 30-50°
·
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4
kali.
6. Jari-
jari tangan
·
Fleksi : Membuat genggaman, rentang 90°
·
Ekstensi : Meluruskan jari-jari tangan,
rentang 90°
·
Hiperekstensi : Menggerakan jari-jari
tangan ke belakang sejauh mungkin, rentang 30-60°
·
Abduksi : Mereggangkan jari-jari tangan
yang satu dengan yang lain, rentang 30°
·
Adduksi : Merapatkan kembali jari-jari
tangan, rentang 30°
·
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4
kali.
7. Ibu
jari
·
Fleksi : Mengerakan ibu jari menyilang
permukaan telapak tangan, rentang 90°
·
Ekstensi : menggerakan ibu jari lurus
menjauh dari tangan, rentang 90°
·
Abduksi : Menjauhkan ibu jari ke
samping, rentang 30°
·
Adduksi : Mengerakan ibu jari ke depan
tangan, rentang 30°
·
Oposisi : Menyentuhkan ibu jari ke
setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama
·
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4
kali.
8. Pinggul
·
Fleksi : Mengerakan tungkai ke depan dan
atas, rentang 90-120°
·
Ekstensi : Menggerakan kembali ke
samping tungkai yang lain, rentang
·
90-120°
·
Hiperekstensi : Mengerakan tungkai ke
belakang tubuh, rentang 30-50°
·
Abduksi : Menggerakan tungkai ke samping
menjauhi tubuh, rentang 30-50°
·
Adduksi : Mengerakan tungkai kembali ke
posisi media dan melebihi jika mungkin, rentang 30-50°
·
Rotasi dalam :
·
Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai
lain, rentang 90°
·
Rotasi luar : Memutar kaki dan tungkai
menjauhi tungkai lain, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan tungkai melingkar
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
Sirkumduksi : Menggerakan tungkai melingkar
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
9. Lutut
·
Fleksi : Mengerakan tumit ke arah
belakang paha, rentang 120-130°
·
Ekstensi : Mengembalikan tungkai
kelantai, rentang 120-130°
·
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4
kali.
10. Mata
kaki
·
Dorsifleksi : Menggerakan kaki sehingga
jari-jari kaki menekuk ke atas, rentang 20-30°
·
Flantarfleksi : Menggerakan kaki
sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah, rentang 45-50°
·
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4
kali.
11. Kaki
·
Inversi : Memutar telapak kaki ke
samping dalam, rentang 10°
·
Eversi : Memutar telapak kaki ke samping
luar, rentang 10°
·
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4
kali.
12. Jari-Jari
Kaki
·
Fleksi : Menekukkan jari-jari kaki ke
bawah, rentang 30-60°
·
Ekstensi : Meluruskan jari-jari kaki,
rentang 30 60°
·
Abduksi : Menggerakan jari-jari kaki
satu dengan yang lain, rentang 15°
·
Adduksi : Merapatkan kembali
bersama-sama, rentang 15°
·
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4
kali
Tujuan :
1. Mempertahankan fungsi tubuh
2. Memperlancar peredaran darah sehingga
mempercepat penyembuhan luka
3. Membantu pernafasan menjadi lebih baik
4. Mempertahankan tonus otot
5. Memperlancar eliminasi Alvi dan Urin
6. Mengembalikan
aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat memenuhi
kebutuhan gerak harian.
7.
Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau berkomunikasi
Indikasi
- Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
- Kelemahan otot
- Fase rehabilitasi fisik
- Klien dengan tirah baring lama (Potter and Perry, 2006)
Kontra indikasi :
1. Hypermobilitas
2. Efusi sendi
3. Inflamasi
Komplikasi
1) nekrosis kulit
2) Osteomielitis
3) Kompartement Sindrom
4) Emboli Lemak
5) Tetanus
Persiapan Alat
1.
Satu bantal penopang lengan
2.
Satu bantal penopang tungkai
3.
Bantal penopang tubuh bagian belakang
Persiapan Pasien
1.
Mengucapkan salam terapeutik
2.
Memperkenalkan diri
3.
Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur
dan tujuan tindakan yang
akan dilaksanakan.
akan dilaksanakan.
4.
Penjelasan yang disampaikan dimengerti
klien/keluarganya
5.
Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas,
sistematis serta tidak mengancam.
6.
Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk
klarifikasi
Prosedur
Pre interaksi
1.
Privasi klien selama komunikasi dihargai.
2.
Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan
perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
3.
Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan
dilakukan)
Interaksi
1.
Angkat / singkirkan rail pembatas tempat tidur pada
sisi di mana perawat akan melakukan mobilisasi
2.
Pastikan posisi pasien pada bagian tengah tempat
tidur, posisi supinasi lebih mudah bila di lakukan mobilisasi lateral
3.
Perawat mengambil posisi sebagai berikut :
a.
Perawat mengambil posisi sedekat mungkin menghadap
klien di samping tempat tidur lurus pada bagian abdomen klien sesuai arah
posisi lateral (misalnya; mau memiringkan kekana, maka perawat ada di samping
kanan klien
b.
Kepala tegak dagu di tarik ke belakang untuk
mempertahankan punggung pada posisi tegak.
c.
Posisi pinggang tegak untuk melindungi sendi dan
ligamen.
d.
Lebarkan jarak kedua kaki untuk menjaga kestabilan
saat menarik tubuh klien
e.
Lutut dan pinggul tertekuk / fleksi
4.
Kemudian letakan tangan kanan lurus di samping tubuh
klien untuk mencegah klien terguling saat di tarik ke posisi lateral (sebagai
penyangga).
5.
Kemudian letakan tangan kiri klien menyilang pada
dadanya dan tungkai kiri menyilang diatas tungkai kanan dengan tujuan agar
memberikan kekuatan sat di dorong.
6.
Kemudian kencangkan otot gluteus dan abdomen serta
kaki fleksi bersiap untuk melakukan tarikan terhadap tubuh klien yakinkan
menggunakan otot terpanjang dan terkuat pada tungkai dengan tujuan mencegah
trauma dan menjaga kestabilan.
7.
Letakan tangan kanan perawat pada pangkal paha klien
dan tangan kiri di letakan pada bahu klien.
8.
Kemudian tarik tubuh klien ke arah perawat dengan cara
:
a.
Kuatkan otot tulang belakang dan geser berat badan perawat
ke bagian pantat dan kaki.
b.
Tambahkan fleksi kaki dan pelfis perawat lebih di
rendahkan lagi untuk menjaga keseimbangan dan ke takstabil
c.
Yakinkan posisi klien tetap nyaman dan tetap dapat
bernafas lega
9.
Kemudian atur posisi klien dengan memberikan ganjaran
bantal pada bagian yang penting sebagai berikut :
a.
Tubuh klien berada di sampingdan kedua lengan berada
di bagian depan tubuh dengan posisi fleksi, berat badan klien tertumpu pada
bagian skakula dan illeum. Berikan bantal pada bagian kepala agar tidak terjadi
abduksi dan adduksi ada sendi leher.
b.
Kemudian berikan bantal sebagai ganjalan antara kedua
lengan dan dada untuk mencegah keletihan otot dada dan terjadinya lateral
fleksi serta untuk mencegah / membatasi fungsi internal rotasi dan abduksi pada
bahu dan lengan atas.
10. Berikan
ganjalan bantal pada bagian belakang tubuh klien bila di perlukan untuk
memberikan posisi yang tepat
Terminasi
1.
Rapikan pakaian dan linen klien serta bereskan alat
yang tidak di gunakan.
2.
Cuci tangan
3.
Evaluasi respon klien
4. Dokumentasikan
tindakan yang telah di kerjakan.
Dx
Keperawatan
1.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan:Kesegarisan
tubuh yang buruk,Penurunan mobilisasi
2.
Risiko injuri berhubungan dengan:Ketidaklayakan
mekanik tubuh, Ketidaklayakan posisi,Ketidaklayakan teknik pemindahan
3.
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan denganPengurangan
ROM, Tirah baring,Penurunan kekuatan
4.
Tidak efektifnya bersihan jalan napas b.d: Stasisnya
sekresi paru,Ketidaklayakan posisi tubuh
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
·
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan
dimana hubungan atau kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya
lentur (elastisitas) dengan kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari
daya lentur tersebut maka terjadi fraktur (patah tulang). Penyebab terjadinya
fraktur adalah trauma, stres kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang
abnormal.
·
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, 2000).
·
Sedangkan menurut Linda Juall C (1999)
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang dating lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
·
Patah tulang merupakan suatu kondisi di
mana tulang mengalami keretakan. Umumnya disertai dengan cedera pada jaringan
di sekitarnya. Patah tulang disebut juga fraktur yang biasanya terjadi akibat
terjadinya cedera, seperti kecelakaan, jatuh, atau cedera olah raga.
3.2 SARAN
Dalam keterbatasan pengetahuan yang kami miliki,
tentu dalam penulisan paper ini masih banyak kekurangan dan kejanggalan dalam
penulisan paper ini, maka untuk itu kami sangat mengharapkan motivasi dan
bimbingan dari Bapak/Ibu Dosen pengajar serta teman-teman, sehingga dapat kami
gunakan sebagai acuan dalam penulisan paper berikutnya.
Bagi yang telah membaca paper ini diharapkan
mencari literature yang lebih banyak lagi. Semakin banyak literature yang kit
abaca maka semakin banyak ilmu yang kita dapatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William. F. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. EGC :
Jakarta
Perry, Potter. 2005. Fundamental Keperawatan volume 2. Jakarta: EGC
Perry, Potter Peterson. 2005. Keterampilan dan Prosedur dasar. Jakarta:
EGC
Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien volume 1. Jakarta:
EGC
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia
dan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Who. 1998. Pedoman perawatan pasien. Terj. Monica ester. Jakarta:
EGC
www. Scribd.com
Titanium Money Clip - Playtech Games catalogue
BalasHapusThe Titanium Money titanium coating Clip was titanium rings for women developed by the company, NetEnt and published by Direx ceramic vs titanium flat iron N.V. in 2001. The Clip offers titanium boiling point a stunning 3D-quality clip ion titanium hair color design for use with